Kamis, 28 Februari 2013

Phobia Anas


Ucapan terima kasih mesti dihaturkan kepada SBY sebagai kepala negara Indonesia yang telah memberikan satu lagi pelajaran berharga bagaimana menjadi seorang pemimpin yang inkonsisten. Mungkin inilah gaya kepemimpinan yang dikatakan sebagai tidak bersatunya antara perkataan dengan tindakan.

Pasca keputusan SBY selaku Majelis Tinggi Partai Demokrat terkait dengan konflik internal partainya, SBY menampakkan dirinya seolah sebagai solusi dari apa yang terjadi dan menimpa Partai besutannya. 


Lambang Partai Demokrat


Sayangnya, solusi tersebut makin melihatkan Partai Demokrat tidak berdemokrasi. SBY  ingin mencerminkan dirinya sebagai “Godfather santun” partai berlambang bintang mercy tersebut. 

Uniknya, SBY tidak menyadari dengan lahirnya solusi yang dirinya ‘klaim’ didapat ketika dirinya umroh—malah membuat hiruk pikuk demokrasi di internal Demokrat menjadi tidak karuan dan pada titik tertentu merusak wajah demokrasi substansi.

Demokrasi  semestinya menyejukkan bagi pegiatnya. Namun, melihat demokrasi ala partai Demokrat, demokrasi menjadi mahluk menakutkan yang sewaktu-waktu begitu tidak menarik. SBY misalnya. 
Sebagai pemilik partai Demokrat terkesan kebablasan dengan pola kebijakan yang bersumber hanya dari dirinya dalam penyelesaiaan konflik. Tidak ada perdebatan, tidak ada refleksi—semua celah  mendebatkan dan mempertanyakan kebijakan yang sudah diambil—ditutup rapat-rapat. 
SBY dan Anas Urbaingrum



Sebuah ciri sempurna sikap otoritarian yang menihilkan serta mengharamkan ruang pemikiran lain. Maka tidak mengherankan jika kebijakan itu ditanggapi miiris bagi mereka yang masih merindukan demokrasi substansi. Kritik pun dialamatkan pada SBY. SBY dianggap lebih mementingkan urusan kekuasaan dan partainya ketimbang urusan negara dan berjuta rakyat yang hingga kini hidup dalam kesulitan. Untuk urusan partai, SBY pasang badan dan mendoakannya langsung di depan Ka’bah.


Tapi ketika urusan negara dan rakyat memanggil—SBY seolah buta dan tuli bahkan untuk sekedar berdoa saja mungkin enggan. Adalah tepat apa yang dikatakan oleh Buya Syafii Ma’rif yang menyiratkan kepempimpinan ini sebagai kepemimpinan yang buta moral dan tuna susila. Di dalam dirinya hanya ada kepentingan kelompok . Rakyat dijadikan pelengkap dari ekspolitasi kekuasaan yang tampil dan mengemuka tatkala pemilu ada.

Sikap otoritarian ala SBY menjadi bukti jika Orde Baru hanya berganti wajah namun substansinya tetap ada dan bergentayangan dalam diri elit pemimpin bangsa saat ini. Prahara demokrat merupakan puncak daripada pertarungan kubu reformis dengan kubu pro status quo. Anas pemimpin partai yang cukup muda merupakan produk yang lahir tepat ketika reformasi berkumandang di tahun 1998. Ketika itu dirinya menjabat sebagai Ketua Umum PB HMI periode 1997-1999. Sedangkan SBY dan orang-orang disekitarnya mayoritas besar dari rahim Orde Baru yang ditumbangkan Anas ketika itu. Kini, pertarungan tua-muda terkanalisasi menjadi perang internal partai.


SBY mewakili kubu kelompok tua dan pro orde baru melawan Anas sebagai panglima armada kepemimpinan kaum muda sebelum dikudeta SBY. Sayang, Anas terancam kehilangan kesempatan guna merebut kursi kepemimpinan nasional dari tangan orang tua. Isu suksesi kepemimpinan presiden itu bahkan menjadi sebuah phobia tersendiri dalam menilai potensi Anas oleh lingkaran istana. 
Phobia Anas

Mengapa SBY mengambil kebijakan otoriter tersebut? puluhan alasan dapat ditumpahkan. Salah satunya karena Anas berpotensi besar menjadi presiden di masa mendatang. Menyadari potensi ini, SBY dan tim nya tidak gegabah untuk membiarkan Anas menari di depan kekuasaan mereka. Merasa terancam, istana pun tak tinggal diam. Dibuatlah operasi untuk menggagalkan Anas jadi ketua Umum Demokrat saat kongres lalu. SBY merestui Andi Mallarangeng sebagai Ketum Partai. Sayang, langkah Anas lebih cepat dan tepat. Kongres memenangkan Anas sebagai juara.


Andi dan Istana gigit jari. Operasi pertama gagal. Kembali merasa terancam dengan kehadiran Anas yang mengendarai satu-satunya kendaraan SBY, operasi menjatuhkan Anas digelar. Orang-orang dekat Anas dilirik. Tidak bersahabat, ditangkap dan dipenjarakan. Bersahabat dengan operasi, diberi peran dan jabatan. Jadilah gerakan penjatuhan ini dilakukan. M. Nazaruddin, salah seorang tokoh kunci di kepengurusan Anas dilirik dan diancam penjara.


Nazar yang tadinya berkiblat pada Anas—memutar haluan. Nazar diperintahkan memutar fakta agar Anas tersandera dan jadi tersangka. Selain Nazar, Angelina Sondakh dilirik. Sayang, Angie, sapaan akrabnya menolak bergabung operasi penjatuhan Anas sebagai ketum. Angie bersebrangan dan kini dipenjarakan.


Belum cukup sampai disitu. Phobia Anas makin menguat tatkala latar belakang pria santun ini dikemukakan. Anas berlatar belakang NU dan aktivis HMI merupakan sosok muda yang potensial memimpin RI.  Alasan inilah yang menjadi penyebab mengapa Anas mesti dikubur sedalam-dalamnya di tanah politik Indonesia.

 

Belajar dari Demokrat

Agar masa depan perpolitikan tidak suram, pembelajaran demokrasi ala partai Demokrat ini harus dijadikan bahan sejarah penting jika perpolitikan Indonesia masih bertumpu pada ketokohan ketimbang sistem. Demokrasi masih menjauh daripada mekanisme sistem dan institusionalisasi kelembagaan yang berangkat dari aturan.


Solusi prahara Demokrat bukanlah merupakan jalan keluar yang lantas membuat Partai demokrat dapat dicap partai modernis. Jauh daripada itu. Sosok SBY masih menjadi sentral dan sandaran bagi kekisruhan Demokrat yang seolah telah selesai padahal bisa saja belum. Babak baru daripada konflik yang sesungguhnya baru saja terjadi.


Penonton menanti Perlawanan Anas. Namun, seberapa jauh pria kelahiran Blitar, Jawa Timur ini mampu melawan tentu saja hanya dirinya yang mengetahui. Yang terpenting fenomena Partai penguasa ini harus dijadikan kenangan pahit bagi jalannya demokrasi di Indonesia. Konflik yang berlikuk-likuk yang digelar oleh Demokrat berakhir dengan klimaks yang tentu saja menguatkan bagaimana dan siapa sesungguhnya Partai Demokrat itu.

Partai yang lahir di era reformasi namun tetap menyuburkan tradisi orde baru yang kemudian menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan berpartai. Itulah kenyataan dan jati diri Partai Demokrat saat ini. Tidak memiliki komitmen penguatan demokrasi. Justru sebaliknya, malah melemahkan dan perlahan mengerdilkan arti demokrasi menjadi sekedar basa-basi politik.


Ikhtiar Politik


Apapun yang terjadi pada partai Demokrat dan menimpa Anas Urbaningrum selaku Ketua Umum merupakan sinyal kuat jika demokrasi di negri ini masih berada pada posisi terancam.

Perjalanan demokrasi yang dilewati ketika reformasi terjadi terhalang kerikil yang menghalangi jalannya. Demokrasi kerap mendapat tantangan serius dari mereka yang memiliki jubah reformis namun sesungguhnya bersikap memusuhi demokrasi.


Prahara Partai Demokrat adalah tanda jika hari ini demokrasi dibajak dengan leluasa. Digunakan semaunya tanpa ikhtiar politik yang ditujukan untuk menguatkan pelembagaan demokrasi secara kaffah. Akhir dari badai Partai Demokrat menjadi cermin politik yang sungguh menarik.


Sebab, partai penguasa ini mesti rela dikandaskan dengan kemunduran politik yang cukup menggelikan. Karena itu, agar demokrasi tidak mati suri, prilaku politik yang ditampilkan oleh SBY beserta kroninya mesti disudahi dengan menguatkan niat bagi pegiat politik agar menyudahi politik ‘pura-pura’ demokrasi untuk menstabilkan dan makin menguatkan demokrasi guna mencapai kesejahteraan rakyat. Karena disitulah makna daripada sebuah sistem demokrasi dibuktikan. 

Selasa, 26 Februari 2013

Dibalik Kekalahan Foke-Nara



DIBALIK KEKALAHAN FOKE-NARA


Kota Jakarta ibarat gula manis. Setiap semut yang hidup pasti ingin mencicipi kemanisan rasanya. Tidak heran jika semut-semut itu dihalangi akan dilakukan berbagai cara membasmi musuhnya. Termasuk dengan menaruh orang yang tidak mengerti persoalan untuk dijadikan boneka agar kepentingan dan tujuan si semut itu tercapai.


 Akhirnya rakyat Jakarta kini bisa berlega hati. Setelah pertarungan opini disertai propaganda yang dahsyat selama masa kampanye dan Pilkada putaran kedua berlangsung—Hari ini warga Jakarta telah menemukan pemimpin baru untuk lima tahun kedepan. 

Adalah Jokowi-Ahok yang berhasil memenangkan pertarungan versi Quick Count yang dapat disaksikan pada layar televisi. Kemenangan itu disambut suka cita para pendukung Jokowi-Ahok.
 Begitupula dengan para pendukung Foke-Nara yang mau tidak mau menerima hasil QC ini. Walaupun belum secara resmi ditetapkan sebagai pemenang Pilkada DKI 2012, namun berbagai ucapan selamat kepada pasangan yang diusung PDIP dan Gerindra tersebut datang terus menerus baik dari para tokoh politik nasional dan masyarakat. 
Gubernur DKI Jakarta 2007-2012, Fauzi Bowo



Kemenangan ini tentu saja harus dimaknai sebagai sebuah proses pembelajaran demokrasi yang cukup 
elegan. Kekhawatiran yang selama ini terjadi terhadap adanya berbagai isu SARA dan etnis, nampaknya luntur dikarenakan kesepakatan para tim sukses untuk melakukan kampanye secara elegan dan mencerdaskan.

Tidak ada pernyataan resmi dan analisa jitu untuk menggambarkan mengapa Foke-Nara yang diusung oleh partai-partai besar kalah pada putaran kedua. Setidaknya, hal ini menggambarkan jika bandul perpolitikan nasional turut berubah ke arah yang belum dapat ditelaah secara mendalam.

Namun, ada berbagai analisa yang dapat didebatkan mengenai kekalahan Foke-Nara pada Pilkada. Terpilihnya Jokowi-Ahok  memberikan dua asumsi yang selama ini menjadi hot issu yang kemudian menguntungkan Jokowi. Pertama, masyarakat Jakarta khususnya merasakan tidak adanya perubahan signifikan yang selama ini dilakukan Foke. Padahal, Foke sebagai gubernur Jakarta mestinya dapat melakukan berbagai terobosan penting untuk Kota Jakarta. Sayangnya, selama lima tahun berkuasa, Jakarta tidak memiliki banyak perubahan yang berarti.

 Jika dilihat dari APBD Jakarta—seharusnya banyak hal yang bisa dikerjakan dengan uang sebesar itu. Sayang, Foke belum maksimal mengelola keuntungan tersebut akibatnya warga menghukum dengan cara tidak memilih Foke pada Pilkada kali ini. Asumsi ini tentu bisa saja salah.
Dilihat dari kecendrungan para pemilih yang mendukung Jokowi dan memilihnya, warga Jakarta menginginkan perubahan. Nah, hal itulah yang ditangkap oleh Jokowi beserta timses nya yang kemudian mengusung idiom “Jakarta Baru”.

Kedua, adanya mega proyek besar yang direbutkan oleh para bandar besar di Jakarta. Seperti diketahui pada tahun 2013 nanti mega proyek pembangunan MRT ratusan kilometer itu akan segera dibangun di Jakarta. Tentu saja, bicara proyek akan banyak semut-semut yang kelak mengerubinginya.
Proyek MRT ibarat gula manis yang diperebutkan oleh para bandar besar. Dari info dan rumor yang berkembang—proyek inilah dan moratorium pembangunan mall yang kemudian menyandera Foke dan tidak mendapat dukungan signifikan dari bandar-bandar besar .
 Dukungan bandar besar sangat signifikan. Selain dukungan suara juga dukungan logistik selama pertarungan pilkada berlangsung. Akibatnya, Foke tidak banyak disumbang bandar  yang pada pilkada 2007 lalu mendukung Foke. 


Jokowi- Prabowo- Ahok Saat Kampanye Pilkada DKI 2012
Pilkada 2012 ini mereka menjatuhkan pilihan kepada pasangan nomor urut tiga (Jokowi-Ahok). Selain memiliki kepentingan  mega proyek tersebut, alasan kesamaan primordial jadi salah satu alasan pelimpahan dukungan.  Mengapa Foke tidak mendapat dukungan bandar besar?? Alasannya sederhana, karena Foke tidak ingin mega proyek MRT dan proyek-proyek lain menjadi bancakan para bandar. Berbeda halnya dengan pasangan lawannya, bancakan itu menjadi konsekwensi dari dukungan yang diberikan.
Artinya, dibalik dukungan yang diberikan terjadi proses transaksional yang dilakukan oleh timses dengan para bandar yang memiliki pengaruh tidak hanya di Jakarta tapi juga di Indonesia.

Benarkah rumor tersebut?? Mari kita simak saja bagaimana Kota Jakarta selama lima tahun kedepan. Berbagai proyek yang sudah dicanangkan selama masa kepemimpinan Foke akankah dibatalkan atau dilanjutkan. Selain itu, kita juga dapat mengawasi pemberian jatah proyek kepada pihak tertentu. Jika asumsi ini terbukti berarti ada pola transaksional yang dilakukan oleh pemenang pilkada pada saat Jakarta memilih pemimpin kemarin.


Semoga rumor yang kedua ini bisa saja salah karena persepsi yang keliru. Namun, sejauh pengamatan yang dilakukan dan berdasar info yang berkembang dikalangan aktivis Jakarta—memang pola transaksional untuk membagikan jatah mega proyek di Jakarta sudah santer terdengar dikuping para aktivis dan pengamat pilkada DKI.


 

Belajar Dari Konflik



Berbagai tradisi dalam kehidupan manusia tidak terlepas dari sejarah konflik dan pertarungan yang kadangkala menimbulkan penderitaan dalam kehidupan manusia. 
Korban Perang



Bahkan umur konflik saya yakin hampir sama dengan umur kehidupan manusia itu sendiri. Di dalam tradisi agama-agama samawi misalnya, konflik selalu digambarkan sebagai perjalanan hidup dari seorang pencerah yang kemudian diklaim sebagai ‘nabi, utusan tuhan, wakil tuhan di bumi. Berbagai cerita yang menghiasi bagaimana seorang utusan Tuhan hidup dalam konflik, pertentangan, penderitaan, hinaan dan intrik disekitaran lingkungan mereka selama mengemban tugas sebagai pembawa pesan (messengger) dapat kita baca dalam buku sejarah dan kitab-kitab samawi yang hingga kini masih bisa ditemukan.
Tuhan mengutus mereka bukan dengan tugas yang ringan. Bahkan, dalam ukuran manusia biasa tugas itu teramat berat jika dipikul oleh manusia sekarang ini. Kita lihat bagaimana dalam tradisi dan keyakinan Islam Nabi Adam diturunkan oleh Allah SWT ke bumi setelah Adam melanggar aturan yang diberikan oleh Allah kepada dirinya agar tidak memakan buah terlarang. Karena penasaran dan tergoda bujuk rayu setan, lantas Adam dengan sadar memakan buah tersebut dan kemudian diusir Allah ke bumi. Disinilah cikal bakal pengkhianatan umat manusia pertama keli terjadi. Namun, bukan point pengkhianatannya yang mesti kita sorot. Dalam konteks ini pertentangan atau konflik batin selalu melanda manusia yang kemudian menyebabkan dirinya mengambil tindakan yang merugikan dirinya sendiri. Sebagaimana kisah Adam yang dituliskan dalam kitab Al-Quran. Nabi Adam merupakan contoh faktual yang meyejarah hingga kini bagaimana seorang manusia takluk akan perang batin dalam rangka menjalani kehidupan dan masa depannya. Akhirnya, konflik itu merembet hingga menyeret Adam  secara terpaksa turun ke bumi yang kelak digambarkan sebagai tempat yang penuh dengan derita dan ujian.
Begitupun dengan konflik teraktual manusia di muka bumi dewasa ini. Perang dunia ke I dan ke II merupakan salah satu contoh betapa dahsyatnya konflik batin yang kemudian menyeret jutaan umat manusia di muka bumi ke dalam perang yang mengerikan. Dibungkus dengan cara apapun perang tetaplah hasil daripada ketidakmampuan individu dalam mengelola konflik batin yang menyandera akal dan pikiran-pikirannya. Tak ayal kekerasan dan kemudian pembunuhan menjadi langkah utama bagi penikmat konflik untuk memuaskan dahaga dan kerakusan untuk menguasai, mendapatkan dan mempertahankan sebuah keyakinan maupun kekuasaan. Perang itu sendiri bisa bermotif macam-macam—mulai dari wanita, harta, tahta, ideologi, harga diri, kekuasaan, dendam dan beragam motif lain yang menguasai pikiran indidvidu itu sendiri.
Dokumentasi Akibat perang
Bagaimana dengan Indonesia?? Sejarah berbagai peradaban dunia pun hampir mirip dengan sejarah yang terjadi di Indonesia. Berbagai kemelut dan perang antar manusia nusantara menghiasi babakan sejarah yang dilalui oleh bangsa Indonesia. Dimulai pada masa kerajaan-kerajaan nusantara yang penuh dengan konflik baik internal dan  eksternal. Konflik untuk merebut dan mempertahankan kekuasaan. Konflik yang timbul karena merebutkan wanita atau pria. Konflik yang timbul karena dendam keturunan dan konflik lain yang menjadi landasan perang dan penghancuran terhadap sebuah kerajaan. Singkatnya, sejarah peradaban nusantara dihiasi konflik yang beraneka macam latar belakangnya.
Begitupula dengan yang terjadi pada masa kemerdekaan Indonesia di awal-awal tahun 1945 hingga 1965. Berbagai macam konflik yang melatarbelakangi perjalanan sejarah kemerdekaan Indonesia memayungi Indonesia sebagai sebuah bangsa yang baru lahir ke muka bumi. Konflik yang berlatarbelakang dari sebuah ideologi yang kemudian meruncing menjadi perdebatan agama antara Islam dan nasionalisme menghiasi babakan sejarah Indonesia terutama ketika rapat-rapat pembentukan kemerdekaan Indonesia (sidang-sidang BPUPKI). Antara Islam dan kelompok nasionalisme saling berdebat satu sama lain untuk menggolkan ideologi dan keyakinan masing-masing. Islam yang diwakili M. Natsir dan kubu nasionalis yang diwakili Soekarno terus memperdebatkan dasar negara Republik Indonesia. Bagi kubu Islam, sebagai mayoritas di Indonesia—sepantasnya jika Indonesia berdasar pada Islam sebagai asas dan landasan idiil negara ini. Sebab, seluruh masyarakat Indonesia beragama Islam. Namun, bukan berarti Islam sebagai mayoritas kelak menindas kaum minoritas. Sebab, Islam merupakan agama yang mengajarkan cinta kasih kepada sesama manusia, dan menganggap derajat manusia sama hanya yang membedakannya ialah ketaqwaan. Namun, argumen itu ternyata tidak bisa diterima oleh kalangan nasionalis dikarenakan bangsa Indonesia majemuk dan tidak bisa dihegemoni oleh sebuah ajaran keyakinan apalagi agama. Silang pendapat itu terus berkembang hingga kemudian digalilah Pancasila sebagai win-win solution untuk meredam konflik yang tentunya bisa berdampak serius pada kemerdekaan yang baru saja didapatkan. Pancasila kemudian lahir dan diamini sebagai sebuah jalan keluar agar kerangka dasar pembentukan negara ini terlihat kental—tidak teokratis namun juga tidak terlalu sekuler. Pancasila kemudian dipropagandakan sebagai ideologi yang mempersatukan berbagai perbedaan keyakinan, agama dan ideologi bangsa Indonesia.
Namun, konflik terus mendera dan menghasilkan sebuah kebangkrutan ekonomi Indonesia yang cukup parah. Krisis politik berimbas pada tatanan ekonomi dan sosial masyarakat ketika itu. Masa paceklik di bawah kepemimpinan Soekarno membuat derita jutaan rakyat Indonesia kelaparan dan hidup dalam kesulitan yang kian hari kian menyedihkan. Politik sebagai panglima melahirkan kemiskinan ketika itu. Berbagai propaganda terkait ide-ide bung Karno soal ideologi Nasakom dan Marhaen serta bentuk pikiran-pikiran Bung Karno melahirkan generasi yang sulit dan kebutuhan hidupnya tidak terpenuhi. Belum lagi ancaman disintegrasi yang terjadi dari berbagai daerah semakin massif dan menguras perhatian elit bangsa ketika itu.

Belajar dari konflik
Berbagai kisah dalam sejarah hidup manusia diatas setidaknya menjadi pengingat jika konflik dan kemudian dilanjutkan dengan perang yang tak sedikit meminta korban jiwa dan harta—merupakan sebuah jalan dari takdir kehidupan manusia yang serba kompleks terutama di masa kita sekarang ini. Konflik merupakan sarana untuk mengungkap sebuah eksistensi dari sisi lain psikologis manusia yang cenderung mengagungkan kekerasan dan amarah sebagai langkah dalam menyelesaikan sebuah persolan yang menderanya.
Hal ini amat diwajarkan mengingat di dalam diri manusia ada ‘nafsu’ yang setidaknya mempengaruhi akal serta pikirannya dalam memandang kehidupan dunia. Nafsu itu sendiri ada dua, ada nafsu yang sifatnya positif dan nafsu yang cenderung ke arah negatif. Misalnya, nafsu positif itu bisa diartikan sebagai sebuah ambisi dan cita untuk mendapatkan sebuah impian yang diinginkannya. Misalnya, ingin menjadi seorang dokter, insinyur, pengusaha, presiden dan lainnya. Maka, berangkat dari nafsu yang positif tersebut—individu itu bekerja keras, belajar dan bersungguh-sungguh untuk mengejar citanya. Sedang nafsu yang negatif merupakan kebalikan dari segala yang baik dari nafsu positif. Nafsu jenis ini merupakan hasil dari kualitas manusia yang paling terendah dan (sengaja) menjauhi sifat-sifat Tuhan yang melekat dalam diri seorang hambaNya. Apabila seorang individu menjadikan nafsu jenis ini sebagai sandaran dalam kehidupannya—maka pesan Machiavelli seorang pemikir abad pertengahan akan dijadikannya sebagai tuntunan dalam meraih impian dan cita-citanya. “Tujuan menghalalkan cara” merupakan idiom yang dijadikan panglima dalam kesehariaanya. Menginisiasi sebuah lingkungan dengan cara ‘mengkayakan konflik’ demi untuk mencapai tujuannya. Menghalalkan fitnah, intrik, propaganda hitam dan mengadu domba antar satu sama lain merupakan cara yang diamini sekaligus dibanggakan oleh kualitas manusia jenis ini.
Karena itu, tidaklah mengherankan jika manusia jenis ini memegang kendali atas kehidupan manusia yang berbalik dari nafsu-nafsu kebinatangan manusia. Dalam konteks Indonesia misalnya, berbagai konflik yang terjadi tak ayal karena individu-individu tersebut dikangkangi dengan sifat binatang yang mendominasi pikirannya. Mereka lebih suka berkonflik dan memakan satu sama lain (kanibalisme) untuk melanggengkan kekuasaan atau mempertahankannya. Akal dan nalar sehat dijadikan topeng untuk mengkampanyekan jalan kekerasan dan menutupi jati diri manusia binatang dalam kadar yang begitu menjijikan ini. Alhasil, Indonesia menjadi ramah dengan segala bentuk kekerasan, mentolerir korupsi dan melanggengkan perbudakan dari bangsa asing. Nafsu jenis ini yang kemudian memayungi perjalanan bangsa kita sejak reformasi bergulir. Seolah tak ada lagi jalan keluar dan ruang untuk memberikan nafsu yang positif dalam diri individu para elit bangsa kita.
Karenanya, konflik selain memberikan jutaan korban akibat perang dan kekerasan—di sisi lain konflik melahirkan sebuah generasi baru yaitu generasi yang belajar bahwa perang yang kemudian memberi darah, air mata, kesulitan, penderitaan, kemiskinan dan kelaparan—di balik itu terdapat sebuah pembelajaran berharga jika dari konflik itulah manusia saling menguatkan satu sama lain. Selain itu, generasi ini akan melihat dan mempelajari bahwa dalam sebuah konflik dan perang selalu saja ada mereka yang oportunis, pragmatis, pengkhianat, mereka yang berkarakter petarung, pejuang, loyal dan pemimpin sejati. Maka, dari sinilah konflik tersebut mendapat penilaiaan positif karena tidak melulu konflik mesti ditutup-tutupi. Terlebih, konflik tak harus dijadikan sebuah penilaiaan ‘gagalnya’ sebuah generasi dalam memberikan catatan positif di masanya, sebab dengan adanya konflik yang terjadi pada masanya, mereka yang akan datang sesudahnya kelak belajar dari konflik dan tidak mengulang sejarah karena banyak belajar dari konflik tersebut. Dari konteks itulah pembelajaran berharga sekaligus ucapan terima kasih mesti dilayangkan kepada generasi manusia sebelumnya yang mengajarkan sebuah nilai positif dari konflik atas apa yang terjadi pada massa mereka.

Senin, 18 Februari 2013

Dorong Mobil Mogok, Organisasi Cipayung Tolak BBM

Dorong Mobil Mogok, Ratusan Mahasiswa Gang Cipayung Tolak BBM
Ditulis Oleh redaksi   
Selasa, 20 Maret 2012 14:53

Add this to your website

Ratusan mahasiswa yang tergabung dalam organisasi Cipayung melaksanakan aksi menolak kebijakan kenaikan BBM, Selasa, 20/3. Dalam aksinya mereka menegaskan pernyataan sikap untuk meminta kepada SBY dan DPR untuk membatalkan rencana kebijakan BBM dan stop membohongi rakyat.

AKSI ini dipusatkan di dua titik, yaitu Bundaran HI dan Istana negara. Aksi ini juga diwarnai dengan teatrikal sebagai simbolis kesulitan masyarakat yang akan terkena dampak akibat kebijakan BBM yaitu tingginya harga bahan pokok dan kebutuhan masyarakat lainnya.

Selain itu, massa aksi juga mendorong mobil mogok sebagai simbol tingginya BBM sehingga rakyat tak mampu membeli bahan bakar untuk kendaraannya.

Ketua Umum PB HMI, Noer Fajriansyah yang ditemui di sela-sela aksi di Bundaran HI menegaskan jika kehadiran HMI dan Organisasi Cipayung merupakan bentuk sebuah komitmen dari masing-masing organisasi yang tidak menyetujui rencana pemerintah menaikkan BBM karena hanya membuat rakyat sengsara.

"Ratusan kader HMI dan Cipayung yang datang saat ini menjadi bukti bahwa penolakan BBM tidak saja dirasakan dan dilakukan HMI, tapi organisasi lain, PMII, GMKI dan PMKRI. Kami menolak kebijakan menaikkan BBM. Pemerintah kami himbau untuk stop membohongi rakyat," kata Fajri.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Umum Badko HMI, Jabotabeka-Banten, Rudy Gani, mengatakan bahwa akssi ini serempak dilaksanakan di seluruh daerah. Selain di Jakarta, rencananya aksi ini akan dilakukan dengan membuka posko BBM di seluruh daerah.

"Kami sudah mendapat surat untuk bergerak di seluruh daerah. Yang jelas, HMI secara resmi menolak kenaikan BBM, tolak BLT dan pembatasan BBM. Jadi sikap ini sudah menjadi dasar bagi gerakan kami diseluruh daerah, khususnya di wilayah Jabotabeka-Banten. Karena itu kami mendesak agar pemerintah dan DPR segera membatalkan rencana kenaikkan BBM yang jelas sudah ditolak mahasiswa dan rakyat," kata Rudy.


http://www.monitorindonesia.com/nasional/21-nasional/4050-dorong-mobil-mogok-ratusan-mahasiswa-gang-cipayung-tolak-bbm.html 

Surat Pengunduran Wagub DKI Belum Lengkap


Wakil Gubernur DKI Jakarta, Prijanto Periode 2007-2012
JAKARTA – DPRD DKI Jakarta mengembalikan surat resmi pengunduran diri Wakil Gubernur DKI Jakarta Prijanto.Surat tersebut ditujukan kepada Presiden dan Menteri Dalam Negeri dengan tembusan DPRD DKI Jakarta.

Ketua DPRD DKI Jakarta Ferrial Sofyan mengatakan, surat pengunduran diri Prijanto sudah dikembalikan kepada yang bersangkutan.“Pengembalian surat pengunduran diri agar segera diperbaiki Prijanto,” kata Ferrial kemarin. Dia mengakui bahwa sudah menerima surat resmi dari wakil gubernur. Sesuai dengan UU Nomor 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, surat seharusnya dialamatkan ke Kantor DPRD DKI Jakarta.

Namun surat Prijanto tidak sesuai tujuan atau salah alamat. Ferrial menjelaskan di kepala surat tertulis ditujukan kepada Presiden atau Menteri Dalam Negeri, padahal semestinya ditujukan kepada DPRD DKI Jakarta.“Karena itu,kami kembalikan dan minta untuk diperbaiki,”lanjutnya.

Termasuk alasan-alasannya juga harus ditulis dalam surat tersebut.Pencantuman alasan dalam surat pengajuan pengunduran diri dan alamat yang tepat merupakan sebuah bukti otentik. Atas dasar itu DPRD akan melakukan pembahasan, baik dalam rapat internal maupun saat rapat paripurna.

Sementara itu,Ketua Umum Badko HMI Jabodetabek-Banten Rudy Gani meminta Prijanto menjelaskan alasan pengunduran dirinya dalam rapat paripurna DPRD.Hal ini penting dilakukan agar tidak muncul spekulasi dan informasi yang simpang siur seputar masalah tersebut. “Saya meragukan alasan Prijanto mundur dari beberapa pengamat dan tokoh di beberapa media belakangan ini.Saya melihat justru komentar mereka mencoba mengaburkan dari substansi persoalan,” ujarnya.

Untuk itulah, dalam rapat paripurna mendatang Prijanto harus menjelaskan secara gamblang, lugas, dan tegas penyebab utama pengunduran dirinya. Jika karena ketidakharmonisan, harus dijelaskan letak persoalannya. Dengan demikian, nantinya masyarakat tidak bingung dan merasa dibohongi oleh pemimpin mereka.

“Rapat paripurna DPRD DKI menjadi tempat yang paling tepat untuk Prijanto membeberkan alasan dan motivasi pengunduran diri.Jangan sampai niat Prijanto berbelok karena ada tekanan ataupun dealdeal politik tertentu. Katakan yang sebenarnya apa yang terjadi,”tuturnya.

Di bagian lain, pengamat politik dari Universitas Indonesia Boni Hargen mengecam pengunduran diri Prijanto karena terkesan melecehkan masyarakat. “Sama sekali tidak bertanggung jawab,”kata Boni Hagen.Boni yakin, pengunduran diri tersebut terkait dengan keinginan Prijanto untuk maju dalam Pilkada DKI yang akan digelar Juli 2012.

Terlebih, Prijanto langsung bertemu dengan sejumlah pimpinan parpol meskipun tidak mendukungnya pada Pilkada 2007 lalu. Jika terkait pilkada, pengunduran diri tersebut tergolong awal karena proses pendaftaran pilkada masih lama. Boni Hargen sangat menyesalkan adanya pejabat publik yang mengundurkan diri hanya karena ingin mencalonkan diri pilkada lebih awal.

Dia juga yakin publik akan semakin tidak simpati dengan perilaku pejabat seperti itu.“Motifnya jelas karena ingin mencalokan diri pada pilkada berikutnya,”kata Boni. isfari hikmat/ ridwansyah/ mohammad sahlan
 
 
 

Anas Diminta Buktikan Integritas

INILAH.COM, Jakarta - Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum hari ini menjalani pemeriksaan di kampung halamannya, Blitar, Jawa Timur.

Anas akan diperiksa sebagai saksi pelapor atas tuduhan pencemaran nama baik oleh mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin. Langkah hukum yang ditempuh Anas ini mendapatkan dukungan moral dari para juniornya di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).

"Kanda Anas harus siap dengan tsunami politik yang dihadapinya sekarang dan yang akan datang, HMI sebagai organisasi independen tentu mendukung alumni terbaiknya untuk berkiprah dan buktikan integritasnya," ujar Ketua Umum Badko HMI Jabotabeka-Banten, Rudy Gani kepada INILAH.COM, Rabu (27/7/2011).

Seperti diberitakan, Kadiv Humas Polri Anton Bachrul Alam memastikan Anas akan diperiksa di Blitar, Jawa Timur. "Laporan Anas dia sekarang kan lagi di Blitar, jadi sudah ada koordinasi beliau kan sebagai pelapor, itu akan dimintai keterangan, besok akan dilakukan di Polres Blitar," kata Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Anton Bachrul Alam, di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (26/7/2011).

Anton menjelaskan, tidak masalah jika pemeriksaan terhadap saksi pelapor kasus pencemaran nama baik ini dilakukan di Blitar. "Kan dia saksi pelapor, di mana saja boleh lapor, penyidik dari sini sudah siap, jadi sudah berangkat, besok sudah siap, di Polres mana saja boleh, apalagi sebagai korban," imbuh Anton. [mah]


http://nasional.inilah.com/read/detail/1739502/diperiksa-anas-diminta-buktikan-integritas#.USH7fPKCly8 

SBY Diminta Stop Berternak Fitnah

Lagi-lagi rakyat ditontonkan sebuah narasi kebingungan yang didendangkan SBY dalam pidato nya di Cikeas, Minggu (18/03), kemarin. Dalam pidatonya SBY mengungkapkan bahwa ada 'gerakan aneh' yang bertujuan untuk menjatuhkan dirinya di tengah jalan dengan indikasi maraknya sms yang masuk kepada dirinya.

PERNYATAAN ini tentu saja menggemparkan sekaligus mendapati respon bermacam-macam dari berbagai kalangan masyarakat. Ada yang menganggapnya sebagai 'warning' terhadap keamanan seorang kepala negara, ada juga yang menanaggapinya dengan ketus sebagai kepayahan seorang presiden Indonesia.

Menurut Rudy Gani, Ketua Umum Badko HMI Jabotabeka-Banten, pernyataan SBY ini semakin menampakkan jika kebijakan menaikkan BBM yang rencananya diberlakukan mulai 1 April nanti, merupakan kebijakan yang ditolak oleh masyarakat. Bukan dengan mengatakan jika SBY ingin dijatuhkan, tapi SBY mesti lebih fokus kepada sikap penolakan rakyat atas kesalahan pemerintah dalam memanage negara, khususnya di bidang energi nasional.

"Kritikan pedas ke SBY yang kemudian beliau anggap sebagai ancaman adalah bukti jika kebijakan menaikkan BBM itu tidak diterima masyarakat. Jadi SBY harus membatalkan rencana itu. Lagipula ancaman pada SBY tidak saja melalui SMS, tapi juga dengan aksi mahasiswa, buruh dan aliansi masyarakat lain yang kian marak turun ke jalan menolak kenaikan BBM akhir-akhir ini" kata Rudy.

Sebagai seorang presiden, SBY lah yang paling banyak berternak fitnah dengan sasaran yang entah kepada siapa. Jika gaya SBY terus seperti ini, Rudy khawatir kedepannya bangsa ini menjadikan fitnah sebagai budaya dengan melupakan substansi persoalan mengapa kritikan itu datang.

Presiden SBY


"Pak SBY merupakan presiden RI yang paling sering berternak fitnah dan curhat di depan rakyatnya. Entah apakah SBY sudah tak mampu lagi berdiskusi secara rasional kepada rakyatnya sehingga emosional yang dikedepankan, atau itu menjadi strategi SBY agar rakyat empati padanya. Saya kira, kebijakan menaikkan BBM harus ditolak. Apapun strategi pencitraan SBY sebagaimana yang ia lakukan kemarin tak perlu ditanggapi serius," ungkap Rudy.

Dirinya juga berharap SBY tak lagi mengulangi pola curhat dan menebar ketakutan kepada rakyatnya. Rudy menilai jika tindakan tersebut sudah merugikan citra Indonesia dimata dunia internasional. Belum lagi dampak ekonomi dari pernyataan tersebut. Invenstor jadi bingung dan wait and see melihat kondisi politik dan sosial yang memanas. Padahal ancaman dan teror yang menimpa SBY bersumber dari dirinya sendiri.

"SBY itukan kepala negara. Jadi ia mesti menjaga wibawa bangsa yang ia pimpin. Kami harap SBY mengklarifikasi pernyataannya kemarin agar ada kepastian bahwa negara tidak terancam dan dirinya aman-aman saja. Jika SBY tidak klarifikasi, itu membuktikan bahwa SBY merupakan produsen fitnah yang rajin menyebarnya kepada rakyatnya sendiri,"tegas Rudy.


http://monitorindonesia.com/parlemen/kabinet/4028-hmi-sby-diminta-stop-berternak-fitnah.html

Kemendagri Mendukung Pembekuaan Greenpeace

Jakarta (ANTARA News) - Mendagri Gamawan Fauzi berjanji akan segera mengevaluasi keberadaan LSM asing termasuk Greenpeace cabang Indonesia.

Terkait dana dari luar negeri, Greenpeace dinilai melanggar UU No 8 Tahun 1985. Untuk itu kami akan memfasilitasi agar Greenpeace segera dievaluasi, kata Gamawan kepada wartawan usai audiensi Kemdagri yang diwakili Jubir Kemendagri Reydonnyzar Moeloek dengan Tim Aliansi Mahasiswa Tolak LSM Asing, Jakarta, Kamis.

Seperti diberitakan, Greenpeace cabang Indonesia terbukti menerima dana miliaran rupiah dari Greenpeace Asia Tenggara. Informasi penerimaan dana ini diumumkan dalam laporan keuangan Greenpeace di dua harian media massa naional, Kamis (25/8) lalu. Padahal sebelumnya, pimpinan Greenpeace cabang Indonesia berulangkali membantah menerima bantuan dana dari luar negeri.

Reydonnyzar Moeloek juga mengatakan, pihaknya akan segera mengevaluasi seluruh LSM lokal maupun asing yang beroperasi di Indonesia. Namun, Greenpeace merupakan LSM yang diprioritaskan terkait adanya kritikan dari sejumlah kalngan terhadap LSM tersebut.

Jubir Kemendagri


"Greenpeace memang sudah kita panta. Kita akan segera menindaklanjuti pelanggarannya. Sanksinya bisa pembekuan Greenpeace," tegas Reydonnyzar dalam audiensi dengan Tim Aliansi Mahasiswa Tolak LSM Asing, di ruang kerjanya, Kamis.

Aliansi Mahasiswa Tolak LSM Asing merupakan aliansi yang dibentuk lima elemen mahasiswa, yakni Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Ikatan Mahasiswa Ilmu Komunikasi (IMKI), Pusat Studi Kajian Indonesia (PUSAKA), Badan Eksekutif Mahasiswa Republik Indonesia (BEM RI), dan Lingkar Studi Mahasiswa Jakarta (LISUMA).

Menanggapi hal itu, Koordinator Tim Aliansi Mahasiswa Tolak LSM Asing, Rudy Gani mendukung tindakan tegas Kemendagri terhadap Greenpeace cabang Indonesia. Pasalnya, menurut Rudy, Greenpeace dinilai melanggar UU No.8 Tahun 1985.

"Selain itu, Greenpeace mirip organisasi yang bentuknya yayasan tapi bertindak seolah ormas," tandas Rudy.

Ketua Himpunan Mahasiswa Islam Badko Jabotabeka-Banten ini berjanji, pihaknya akan terus mengawal keberadaan seluruh LSM asing di Indonesia. Pengawasan tersebut diperlukan agar harga dan martabat bangsa Indonesia tetap terjaga baik.

"Kami akan mengawal proses evaluasi Greenpeace. Ini adalah pintu masuk kami untuk mengawal seluruh pergerakan LSM asing di Indonesia," ulas Rudy.(zul) 



http://www.antaranews.com/berita/1315481886/kemendagri-akan-evaluasi-lsm-asing 
COPYRIGHT © 2011

Foke Harus Fokus Buktikan Janji


Janji-janji yang disampaikan oleh  Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo dalam Pilkada 2007–yang belum terealisasi—justru memunculkan persoalan baru.
JANJI tersebut juga yang membuat masyarakat tambah kecewa dan miris terhadap kondisi Jakarta.
“Sejak Foke terpilih menjadi gubernur Jakarta, praktis tak ada terobosan dari janji yang disampaikan saat pilkada lalu. Baik banjir, kemacetan hingga pembangunan yang berbasis lingkungan. Semua hilang ditelan angin. Lucunya, Foke terkesan reaksioner menanggapi kekecewaan masyarakat Jakarta,” kata Ketua Umum Badan Koordinasi Himpunan Mahasiswa Islam Jabotabeka-Banten (Badko HMI Jabotabeka-Banten), Rudy Gani, di Jakarta, Rabu (22/6/2011).

Masalah yang menjadi tanggung jawab Foke—Fauzi Bowo—mulai dari kemacetan, tumbangnya pohon-pohon, pembangunan mal dan mini market, perparkiran dan kemiskinan yang kian meninggi, membuat Jakarta seperti kota yang tak bertuan. Mestinya, tambah Rudy, Foke fokus saja bekerja tanpa berpikir kekuasaan dia pada pilkada 2012 nanti.

“Foke terkesan reaksioner menghadapi tekanan dari berbagai elemen masyarakat, terutama pemuda dan mahasiswa. Kalau memang Foke bagus, maksimal dalam bekerja, pastinya tak akan ada gerakan ini dan itu. Itu bukti Foke gagal memperoleh simpati rakyat,” ungkapnya.
Rudy berharap, disisa kepemimpinan Foke yang tinggal setahun lagi, Gubernur bekerja maksimal memberikan yang terbaik bagi masyarakat Jakarta. Tidak perlu memikirkan pilkada karena masih banyak PR yang belum dituntaskan.

“Mari kita dorong agar Foke fokus kerja. Buktikan janji-janji yang belum ia realisasikan. Jangan pasang iklan sana-sini dulu. Masyarakat Jakarta sudah cerdas. Jadi mereka bisa menilai apakah Jakarta butuh Foke atau butuh figur baru yang lebih fresh, tegas dan solutif menata Jakarta pada pilkada nanti,” kata Rudy.


 http://arsip.monitorindonesia.com/2011/06/22/hmi-foke-harus-fokus-buktikan-janji/

Marzuki Alie Diminta Berguru Kepada Akbar Tanjung


Marzuki Alie, Ketua DPR-RI
INILAH.COM, Jakarta - Di bawah kepemimpinan Marzuki Alie, DPR terkesan semakin menjauh dari rakyat. Sikap dan pandangan para wakil rakyat cenderung tak sejalan dengan suara rakyat.
Ketua Umum Badko HMI Jabotabeka-Banten, Rudy Gani, sejak Marzuki menjadi Ketua DPR lembaga wakil rakyat itu juga menunjukkan ketidakkompakan antara pimpinan dan anggotanya.

DPR terkesan tidak menyatu dalam menanggapi persoalan publik. Mulai dari pembangunan gedung DPR, gedung DPD, hingga kini, tentang wacana pembubaran KPK.

"Sebagai ketua lembaga tinggi politik, Marzuki harusnya memberikan ide-ide yang cemerlang, bukan menyulut kegaduhan. Pernyataannya hanya menyulut kontroversi yang berujung cacian publik," ujar Rudy.

Rudy pun membandingkan masa kepemimpinan Akbar Tandjung dengan Marzuki. Menurut Rudy, di masa kepemimpinan Akbar, DPR cenderung lebih solid dan dekat dengan rakyat. Walaupun isu-isu politik di masa Akbar begitu deras menerpa, namun DPR sejalan dengan keinginan rakyat.

"Ini menjadi bukti bahwa leadership Akbar jauh lebih unggul ketimbang Marzuki. Akbar berhasil mengeluarkan krisis di DPR tanpa dihujat oleh publik hingga selesai. Sedangkan Marzuki, belum selesai menjadi Ketua saja sudah dihujat kanan kiri."

Untuk itu, Marzuki pun diminta meniru kepemimpinan Akbar Tandjung. "Bang Akbar menjadi contoh bagaimana seharusnya ketua DPR berperilaku. Jangan sedikit-sedikit komentar dan memancing kontroversi. DPR itu lembaga politik yang seharusnya mencerahkan publik," serunya. [mah]


http://nasional.inilah.com/read/detail/1756232/marzuki-alie-diminta-berguru-ke-akbar-tandjung#.USHv_PKCly8 

Soal Pilkada Banten

 Miris rasanya melihat perpolitikan  Banten dewasa ini. Propinsi yang terletak di pinggir Jakarta, terlihat seolah menjauh dari peradaban. Padahal, secara ekonomi-politik, Banten seharusnya menjadi daerah maju, berkembang dan secara politik modern. Sayangnya, harapan itu kandas diterpa angin kerakusan kekuasaan sekelompok orang.

HAL itu dikemukakan Rudy Gani, Ketua Umum Badko HMI Jabotabek-Banten dalam siaran pers yang diterima Monitor Indonesia, Senin (20/6/2011). Menurutnya, Banten mulai ‘menua dan manula’ ketika gaya politik dinasti kian menancap ditubuh kekuasaan hari ini. Visi dan misi membangun daerah tak kuasa dilakukan karena proses nepotisme yang begitu tinggi di dalam penentuan struktur kekuasaan maupun birokrasi, baik di tingkat I dan II. Parahnya, kondisi ini  didiamkan seolah tak bermasalah.

‘’Demokrasi memang memberikan kesempatan kepada semua pihak, kelompok dan individu untuk berpartisipasi dalam setiap kontestasinya. Termasuk keluarga dari pejabat yang berkuasa. Namun, dari konteks ini dapat terjadi ‘pengemplangan demokrasi’ apabila ternyata, hampir semua kontestasi politik dimenangkan oleh dinasti keluarga tertentu yang dalam prosesnya diduga syarat politik uang, intimidasi, kecurangan sistematis dan sogokan,’’ papar Rudy.

Gaya politik inilah, katanya, yang membuat Banten kerdil secara politik. Akibatnya, regenerasi kepemimpinan yang seharusnya berjalan secara demokratis dan berkualitas, justru mandek tak berdaya akibat tersumbat dinasti dari keluarga penguasa di Banten. Model inikah yang membuat Banten maju?
‘’Pertanyaan besar itu kini dialamatkan pada Pilkada 2011 yang akan dilaksanakan beberapa bulan lagi. Rakyat Banten, yang kebanyakan tinggal di perkampungan dan daerah-daerah terbelakang setidaknya harus mengambil kesempatan ini untuk memperbaiki nasibnya selama lima tahun mendatang,’’ ujarnya.

Karenanya, masih dalam siaran pers-nya, Rudy berharap, pilkada harus menjadi ajang meremajakan demokrasi Banten. Kaum yang ‘waras’ dan ingin memajukan Banten harus bersatu mengumpulkan segenap kekuatan, terutama untuk mengawal proses pilkada yang kerap ditunggangi kepentingan penguasa.
‘’Kita berharap, KPU Banten sebagai pelaksana pesta politik di Banten harus melakukan sosialisasi yang terus menerus tanpa ada diskriminasi terhadap daerah tertentu. Sosialisasi tidak mesti di daerah yang dianggap lumbung suara kandidat tertentu saja, sehingga daerah lain tak tahu menahu tentang pilkada,’’ katanya.

Sikap diskriminasi seperti ini tentu saja terjadi di beberapa daerah di Banten, terutama di daerah Tangsel beberapa waktu lalu. Daerah yang dianggap lumbung suara kandidat tertentu terus didatangi untuk sosialisasi, ,mulai dari tahapan pertama hingga kelancaran logistik pemilu.

Sedangkan, daerah yang dianggap lumbung suara lawan—justru kebalikannya, kering sosialisasi dan informasi seputar pilwalkot.


‘’Tentu saja, contoh diatas menjadi salah satu rangkaian dari dugaan praktik kotor yang ‘dapat saja’ dilakukan oleh penyelenggara pemilu. Praktik itu harus dihindari sehingga pilkada yang menghabiskan uang rakyat, dapat berjalan secara demokratis dan adil. Tidak menghasilkan pemimpin yang curang dan memusuhi demokrasi demi kemajuan Banten,’’ jelasnya.
Peta dan Logo Provinsi Banten

Agar pilkada berhasil membebaskan Banten dari hegemoni kekerdilan praktik politik yang dikuasai oleh penguasa saat ini, seluruh elemen masyarakat harus mengawal pilkada secara kritis. Pihak penyelenggara, dalam hal ini KPU dan Panwaslu, serta aparatur daerah, baik di tingkat propinisi, kabupaten dan kota, harus tetap memainkan perannya sesuai dengan tugas dan janjinya sebagai pengabdi masyarakat, bukan gubernur, bupati maupun walikota.

Netralitas birokrasi juga menjadi bagian penting dari upaya bersama meremajakan demokrasi Banten. Birokrasi harus disegarkan dari praktik mafia anggaran yang takut bila rezim berganti dari yang ada saat ini. Oleh karena itu, dalam pilkada ini kita dapat melihat, mana birokrat yang tulus bekerja untuk rakyat Banten dan mana birokrat yang bekerja demi atasan dan penguasa.


http://arsip.monitorindonesia.com/2011/06/20/dicari-gubernur-yang-tulus-bekerja-untuk-banten/